PERNYATAAN SIKAP DEWAN PIMPINAN PUSAT FRONT PEMBELA ISLAM (DPP FPI) TENTANG FITNAH TERORISME DENSUS 88 & BNPT
Bismillahirohmanirrohiim
Assalamualaikum Wr. Wb
Sepak terjang sang dead squad Densus 88 masih terus berlanjut. Mereka
mengklaim terus melakukan pengejaran terhadap para terduga teroris yang
dituduh menebar teror di Indonesia. Dalam aksinya Densus 88 sering kali
terlibat dalam penyiksaan dan extra-judicial killings, membunuh
menggunakan senjata tanpa Standard Operational Procedure (SOP) kepada
“terduga” teroris yang tanpa senjata dan tanpa perlawanan. Densus 88
dengan segala fasilitasnya telah menjadi pelaku Impunitas (pelaku
penghilangan nyawa yang lolos dari investigasi tanpa proses hukum) dan
pelanggar HAM berat. Kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh
Densus 88 sampai saat ini masih berlajut dan belum ada yang bisa
menghentikannya. Praktik impunitas tidak hanya terjadi di lapangan, di
dalam tahanan para terduga teroris disiksa secara tidak manusiawi. Lalu
apa gunanya pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Anti
Penyiksaan (Convention Against Torture) dalam Undang-undang Nomor 5
tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Penyiksaan pada 28 September
1998. Penangkapan dan tuduhan yang seringkali dilakukan oleh Densus 88
kepada warga sipil hanya karena diangap mirip dengan terduga teroris.
Warga sipil yang tidak bersalah sering kali menjadi korban salah
tangkap; tuduhannya adalah sebagai pelaku/terlibat dalam serangkaian
tindakan peledakan bom di sejumlah daerah, termasuk peledakan bom di
wilayah rawan konflik, seperti di Poso. Tuduhan terlibat dalam jaringan
teroris; sampai kepada tuduhan menyembunyikan pelaku terorisme. Fenomena
banyaknya kejadian salah
tangkap dalam kasus terorisme ini terjadi
selama sembilan tahun terakhir, antara 2004-2013. Tindakan gegabah salah
tangkap Densus 88 ini tidak dibekali dengan bukti yang kuat terhadap
orang yang diduga melakukan tindakan terorisme. Kekerasan terhadap
terhadap anak di bawah umur juga dilakukan Densus 88 saat melakukan
penangkapan terhadap terduga jaringan terorisme. Belum lagi,
stigmatisasi negatif yang dibangun oleh Densus 88 terhadap atribut
muslim juga memicu terjadinya banyak kasus salah tangkap. Menjadi korban
salah tangkap Densus 88, hanya karena atribut muslim yang dipakai dan
melekat di tubuhnya.
Atas hal – hal tersebutlah Densus 88
seringkali melakukan terorisasi dan klaim terhadap kelompok Islam
tertentu bagian dari kelompok teroris ini dan itu tanpa bukti yang
jelas. Melakukan prakondisi terhadap kasus terorisme. Dan seringkali
meyalahgunakan kewenangannya untuk memaksa terduga teroris mengakui
perbuatan yang tidak dilakukannya. Densus 88 telah berulang kali
melakukan abusing powers, tidak hanya dalam penindakan tetapi juga
disinyalir dalam penggunaan anggaran yang tidak independen. Selama ini
tidak jelas operasi besar – besaran Densus 88 yang didanai oleh negara
maupun asing tidak pernah jelas penggunaannya. Misalnya Detasemen 88,
menerima pelatihan, perlengkapan dan dukungan operasional yang luas dari
Polisi Federal Australia (AFP). Antara 2010 dan 2012 ini nilainya
mencapai $ 314.500 kemana semua dana tersebut. Konyolnya lagi,
Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dibentuk
untuk mendukung Pelanggaran HAM Densus 88 dalam perjalanannya digunakan
sebagai alat oleh rezim Susilo Bambang Yudhoyono untuk menggelar
operasi-operasi intelijen dengan modus pemberantasaan terorisme demi
kepentingan mempertahankan kekuasaan. Terorisme yang oleh masyarakat
dianggap sebagai komoditi politik yang cukup ampuh dan efektif dalam
mengalihkan isu berbagai kegagalan pemerintahan SBY- Boediono. Operasi
yang dilakukan BNPT dengan mengandalkan kepanjangan tangan kepolisian
(Densus 88) dan unsur intelijennya dinilai tidak transparan, sangat
memojokkan umat dan aktivis Islam, serta sering kali melanggar HAM.
pembentukan BNPT dianggap membuang-buang anggaran dan dianggap membawa
citra buruk karena keberadaan BNPT tidak lebih hanya untuk menunjukkan
bahwa Indonesia merupakan sarang terorisme. Program deradikalisasi yang
di usung oleh BNPT tidak lebih dari sebuah proyek internasional untuk
mereduksi/dekontruksi pemahaman
tentang Islam Kaffah (Syari'at
Islam). Hal ini bisa kita lihat dengan jelas dari sebuah laporan yang
dirilis oleh RAND Corporation (RAND Corp) mengenai ”Deradicalizing
Islamist Extremists.” Laporan yang dirilis tahun 2010 oleh lembaga
bentukan Zionis Internasional (Freemansonry/ Illuminati) dan binaan
pemerintah Amerika Serikat (AS) ini diambil dari hasil realisasi program
deradikalisasi yang dilakukan di sejumlah wilayah di Timur Tengah, Asia
Tenggara, dan negara-negara Eropa. Artinya, program deradikalisasi yang
disponsori oleh Amerika dan negara-negara Barat telah dilakukan hampir
diseluruh dunia. BNPT juga merekomendasikan deradikalisasi gaya baru
yang disebut disengagment atau disengagement from violence (menjauhkan
diri dari kekerasan). Proyek Disengagement merupakan program yang
dilaksa-nakan untuk mendorong para terduga teroris merubah perilaku
(tidak lagi mengamalkan ideologi jihad) tetapi tidak harus merubah
keyakinan. Artinya keyakinan tentang jihad tidak dideradikalisasi, namun
perilakunya yang dijauhkan dari mengamalkan/melaksanakan jihad. Ini
sama halnya dengan mencetak muslim yang tidak taat. Sebagai analogi,
semua umat Islam paham bahwa sholat adalah wajib, namun tidak perlu
sholat, cukup dipahami saja. Inilah hakikat dari proyek Disengagement
supervisi RAND Corp.Bahwa terkait hal – hal di atas, kami Dewan Pimpinan
Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) menyatakan sebagai berikut :
1. Menghimbau kepada seluruh segenap saudara/saudari kami
berkewarganegaraan Indonesia (WNI) yang telah mendapatkan perlakuan
diskriminasi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) baik terhadap diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak miliknya sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia (HAM) akibat dampak dari
fitnah terorisme dan atau teror di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) oleh Densusi 88 ini, untuk segera melakukan upaya hukum sesuai
dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Mendesak DPR untuk segera untuk menghentikan praktik impunitas yang
dilakukan oleh Densus 88 terhadap aktivis Islam baik yang telah disiksa,
dibunuh maupun salah tangkap harus segera dibawa kehadapan hukum untuk
menjamin akuntabilitas hukum dan keadilan korban.
3. Mendesak
DPR khususnya Komisi III untuk mengaudit Kewenangan untuk menggunakan
senjata api oleh Densus 88. Karena Densus 88 telah melanggar
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dan Peraturan Kapolri
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian.
4. Mendesak Pemerintah & DPR khususnya KOMISI
III untuk segera membentuk panja untuk MEMBUBARKAN Densus 88 dan BNPT
dikarenakan hanya melaksanakan agenda Asing khususnya Amerika dan
Australia serta Zionis Internasional (Freemansonry/ Illuminati)
5. Menyeret Densus 88 dan BNPT, karena jelas dan tegas telah melakukan
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.
39 Tahun 1999 Tentang HAK ASASI MANUSIA dan terhadap personil Densus
sebagai aparat kepolisian penegak hukum NKRI yang telah melakukan
penembakan dan tindakan berutalnya terhadap korban terbunuh maupun
korban salah tangkap, wajib ditindak tegas sebagaimana pula diatur dalam
Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Tentang PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA.
6. Mendesak DPR bersama PPATK & KPK mengaudit kekayaan pimpinan
Densus 88 dan BNPT yang diduga telah melakukan penyalahgunakan Anggaran
baik dari anggaran pemerintah maupun dari Hibah pihak Asing untuk
melakukan pembantaian terhadap umat Islam yang dituduh sebagai teroris .
Wassalamualaikum Wr. Wb
BEKASI, 16 SYAWAL 1434 H / 22 Agustus 2013
PIMPINAN SIDANG MUNAS KE III
FRONT PEMBELA ISLAM
Ketua
KH. Drs. MISBAHUL ANAM HABIB
Sekretaris
Ust. MUHSIN AL ATHOS, Lc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar