Islam Bukan Teroris, Islam adalah Agama Rahmat bagi Semesta Alam

" Dan tiada Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam ".
[Qs. Al-Anbiyaa' 21: 107]

“Dan barangsiapa mencari agama selain agama Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi ”.
[QS. Ali 'Imran: 85].


My Impiration

Assalamualaikum

http://dl5.glitter-graphics.net/pub/2192/2192095h1ds617ai7.gif


Rabu, 28 Agustus 2013

Bahaya Densus 88

Banyak kalangan mendesak Densus 88 dibubarkan karena telah melakukan berbagai pelanggaran hukum dan HAM.
Mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dengan bangga menyatakan telah berhasil memberantas terorisme. Kepada pers di Jakarta (25/10) ia mengungkap paling tidak sudah 53 orang tewas di tangan kepolisian, sebagian besar di tangan Densus 88. Mereka yang tewas itu dituding sebagai teroris tanpa proses hukum.

Hanya beberapa hari sebelum menyerahkan jabatannya kepada penggantinya Komjen Pol Timur Pradopo, BHD seolah ingin meninggalkan kenangan manis kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peristiwa penggerebekan dan penembakan terhadap orang-orang yang dituding sebagai 'teroris' oleh Densus 88 di Medan dan sekitarnya menjadi catatan terakhir yang ditorehkannya untuk sang bos.

Di sisi umat Islam, langkah BHD dan Densus 88 ini mening-galkan duka yang sangat dalam. Tiga orang tewas di tangan Densus 88. Padahal belum tentu mereka itu benar-benar seorang teroris seperti yang dituduhkan. Mereka tak ada kesempatan membela diri dan menjelaskan jati diri mereka yang sebenarnya. Belum lagi melihat langkah Densus 88 mengeksekusi korban di depan keluarganya, muncul trauma yang sulit disembuhkan terutama di kalangan para korban dan keluarganya, khususnya anak-anak.

Belum lagi, media massa begitu percayanya—tanpa ada kekritisan sedikit pun—dengan semua yang dinyatakan oleh pihak kepolisian. Stigmatisasi negatif diarahkan kepada umat Islam. Seolah orang yang ingin menegakkan Islam dalam wujud negara adalah teroris.

Hasil investigasi Media Umat mendapatkan, sebagian mereka yang ditahan dipaksa mengakui apa yang diskenariokan oleh Densus 88. Terlebih lagi, Densus mengangkat pengacara dari TPM palsu bernama Asrudin. Modus seperti ini pun ditemukan dalam kasus terorisme yang lainnya berdasarkan pengamat-an Tim Pengacara Muslim (TPM) asli.

Secara kelembagaan Den-sus 88 menjadi unsur kepolisian yang sangat kuat. Detasemen ini ibarat lembaga superbody. Lihat saja, begitu arogannya ketika mereka memasuki area TNI Angkatan Udara di Bandara Polonia Medan. Mereka tak mau mematuhi aturan yang ada dengan alasan 'sedang menjalankan tugas negara'. Mereka pun tak sowan ke Polda Sumatera Utara sebagai penanggung jawab ke-wilayahan. 

Dari sisi penegakan hukum, selama ini Densus 88 melakukan apa yang disebut sebagai extra judicial killing (pembunuhan di luar pengadilan).  Dengan dalih korban melawan, Densus langsung membunuh mereka. Di beberapa tempat, menurut saksi, korban tidak melawan sama sekali atau ada pula korban yang saat itu sebenarnya sudah di tangan Densus 88. Tapi tetap dibunuh juga. Tak heran ada kalangan yang menghubungkan tindakan Densus ini dengan upaya menghabisi umat Islam dengan sistematis. Dan orang kafir ada di belakangnya.

Tidak menutup kemungkinan banyak pihak memang berkepentingan dengan keberadaan Densus 88 ini. Bukan hanya pihak dalam negeri, tapi juga pihak asing. Adanya campur tangan asing ini bisa dilihat dari dukungan dana jutaan dolar yang dikucurkan oleh Amerika dan Australia bagi Densus 88 sejak dibentuk hingga sekarang. Mabes Polri tak mengelak kenyataan itu.

Kini keberadaan Densus 88 kian kuat. Apalagi DPR mengusulkan anggaran Densus 88 pada 2011 menjadi Rp 60 milyar. Padahal pemerintah hanya mengusulkan sebesar Rp 9 milyar per tahun. Belum lagi, pemerintah sedang mengajukan revisi UU Anti Terorisme dan UU Intelijen. ”Dengan UU yang ada saja aparat sudah sering melakukan berbagai kesalahan, apalagi dengan UU yang lebih “keras' pasti akan lebih banyak lagi terjadi kedzaliman,” kata Harits Abu Ulya, Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI.

Bubarkan Densus
Tak heran, melihat track record Densus 88 tersebut, banyak pihak mengusulkan Densus 88 dibubarkan. Densus banyak melanggar HAM. Komisioner Komnas HAM Saharudin Daming mencatat ada tujuh indikasi pelanggaran HAM oleh Densus 88. Di antaranya menyebarkan kebencian terhadap kelompok tertentu, mengumbar kesadisan de-ngan membunuh di luar hukum serta penganiayaan fisik dan psikis.  

Itu semua, menurutnya, merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU HAM No 39 Tahun 1999 maupun UU No 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Ia berpendapat, Densus 88 harus segera dibubarkan karena tidak mengabdi kepada bangsa, bekerja tidak murni untuk pemberantasan terorisme tetapi telah terjadi penunggangan-penunggangan untuk kepentingan lain. Ia pun mengusulkan, semua oknum Densus yang terlibat pelanggaran HAM ini harus segera diproses demi tegakknya keadilan.

Koordinator KontraS Sumut Diah Susilowati sepakat dengan hal itu. Dalam kasus Medan, berdasarkan keterangan para saksi, para korban diambil, ditembak, tanpa ada perlawanan, tanpa ada kontak senjata. Menurutnya, Densus telah melakukan praktek extra judicial killing atau pembunuhan di luar prosedur yang dibolehkan oleh undang-undang termasuk Perkap Kapolri No 8 tentang Implementasi Prinsip Dasar dan HAM petugas kepolisian. “Jadi Densus 88 memang harus dibubarkan,” katanya.[]

Jebakan Terorisme
Terorisme ini menjadi 'monster' yang menakutkan bagi banyak negara. Sejak runtuhnya menara kembar WTC di New York AS pada 11 September 2001, semua negara memperlengkapi negaranya dengan pasukan anti teror untuk menghadapi apa yang mereka sebut sebagai teroris. Padahal, sebelumnya terorisme itu tak ada gaungnya.

Herannya, kok ya setelah itu banyak teroris di berbagai negara. Di Indonesia pun yang sebelumnya tenang, muncul teroris. Anehnya, ada hal yang tidak nyambung antara aksi dan motivasi. Kalau pun aksi terorisme dimaksudkan untuk melawan Amerika, nyatanya justru tidak ada instalasi penting AS di Indonesia yang jadi sasaran. Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia yakin bahwa terorisme yang selama ini terjadi adalah fabricated terrorism atau terorisme yang diciptakan.

Bagaimana itu bisa terjadi? Menurutnya, ada lima langkah operasi intelijen yang harus diwaspadai, yang terangkum dalam 5i, yakni inflitrasi, radikalisasi, provokasi, aksi, dan stigmatisasi.

Infiltrasi ini dilakukan terhadap kelompok Islam yang memiliki semangat perlawanan. Lalu radikalisasi dipompa untuk lebih bersemangat melawan. Adapun provokasi didorong untuk melakukan tindakan. Dan aksi digerakkan melakukan tindakan kongkrit berupa penyerangan di sejumlah sasaran. Akhirnya dilakukanlah stigmatisasi sehingga tercipta stigma bahwa Indonesia adalah sarang teroris, pelakunya kelompok fundamentalis dan mereka yang ingin menegakkan Islam secara kaffah.

“Dan stigma semacam itu sekarang telah terjadi. Karenanya, untuk kepentingan tetap terpeliharanya stigma buruk tersebut dan dalam rangka memelihara momentum kampanye war on terrorism, maka diduga kuat mastermind atau otak dibalik kasus terorisme di Indonesia masih akan terus bekerja untuk menciptakan peristiwa terorisme baru," tegas Ismail.[] 
 
 https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSaSZUQW5b5SP9z6byPqSSmCzBGIJrwCAClMlyXgPdxY_DWhdQh
 

1 komentar:

  1. head titanium ti s6 - TI Nordic
    This titanium 170 welder is man titanium bracelet the finest ford escape titanium 2021 of quality and the most accurate, titanium element high quality metal head pieces, manufactured edge titanium in Solingen, Germany.

    BalasHapus