Jakarta
– FPI: Berbagai peristiwa dan masalah di negeri ini semakin tidak jelas
arahnya, sehingga menimbulkan rasa cemas dan tidak aman bagi
masyarakat. Polisi yang seharusnya menjadi alat pelindung bagi bangsa
dan negara kini malah menjadi momok bagi masyarakat. Khususnya dalam isu
terorisme, aparat kepolisian kini makin brutal dan bertindak
serampangan. Hanya dengan alasan mengatasi masalah terorisme, aparat
mengacak-acak ketentraman hidup masyarakat khususnya umat islam.
Mestinya
aparat lebih hati-hati dalam bertindak, karena selama ini telah terjadi
banyak pelanggaran yang dilakukan oleh satuan tugas Detasemen khusus 88
(Densus 88). Bahkan korps yang berlambangkan burung hantu
tersebut sudah bertindak diluar aturan, sehingga banyak nyawa umat
Islam yang melayang akibat tindakan brutal dan kesewenang-wenangan dalam
melaksanakan tugas. Seperti peristiwa pembunuhan dua orang di depan
Masjid di Makassar, yang dituding sebagai terduga teroris jaringan Poso.
Belakangan
ini kepolisian Poso Sulawesi Tengah sangat represif terhadap warga
masyarakat dalam menjalankan tugas. Aparat membuat kesalahan fatal,
belasan warga menjadi korban salah tangkap di desa Kalora dan Tambarana,
kemudian sebagian besar dari mereka diperlakukan dengan cara yang tak
manusiawi oleh satuan Brimob. Para korban disiksa hingga babak belur
yang ternyata mereka tidak bersalah dan setelah itu dibebaskan begitu
saja oleh aparat, karena tak terbukti sebagai bagian kelompok sipil
bersenjata yang menyerang dan menewaskan empat personil Brimob di Poso.
Beruntung
belasan warga yang ditangkap tersebut tidak langsung di tembak mati di
tempat dengan alasan sebagai anggota jaringan teroris. Bayangkan sudah
berapa banyak umat islam yang mati dengan tuduhan terlibat teroris tanpa
ada proses hukum, kesempatan membela diri, bahkan bila ada yang ikut
membela atau bersaksi atas korban tuduhan aparat tersebut, maka akan di
klaim juga menjadi bagian kelompok teroris. Sungguh menyedihkan. Bila
fenomena ini terus terjadi, bisa saja suatu saat ada seorang pak haji
sedikit berjenggot yang lurus memegang aturan agamanya, tiba-tiba tewas
di-DOR! kepalanya karena dituduh aparat sebagai jaringan teroris,
padahal sebenarnya tidak.
Ia
tewas sia-sia tanpa sempat membela diri dan tidak diberi kesempatan
berbicara. Skenario aparat berikutnya adalah mendatangi keluarga korban
tak berdosa dan mengatakan bahwa berdasarkan penyelidikan, korban adalah
anggota teroris yang diincar aparat tapi selama ini bertindak tanpa
diketahui anggota keluarganya. Keluarga yang kaget dengan fakta dari
aparat, tentu akan setuju untuk melaksanakan tes DNA sebagai prosedur
kerja. Akhirnya keluarga yang putus asa ini menerima apa pun keputusan
atau perintah aparat, karena bila mereka menolak, tentu keadaan semakin
membahayakan untuk mereka. Maka berhasillah aparat menetapkan satu
tersangka “jadi-jadian” teroris yang siap untuk
diungkap di media lokal maupun internasional. Bisa dibayangkan keamanan
umat islam diujung tanduk bila pola kerja aparat terus seperti ini atau
bahkan lebih buruk dari saat ini.
Oleh
karenanya, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Habib Muhammad Rizieq
Syihab, mempertanyakan fungsi aparat kepolisian di Poso, Sulawesi
Tengah, karena kondisi keamanan di wilayah itu semakin tidak menentu. "Apa
fungsi Polda Sulteng dan jajarannya sehingga berbagai permasalahan baik
di Poso maupun di ibukota propinsi tidak pernah kunjung selesai", tanya Habib Rizieq, Sabtu 23 Shafar 1434/ 5 Januari 2013.
Habib
Rizieq memberitahukan bahwa DPD FPI Sulawesi Tenggara dan DPW FPI Poso
sudah turun ke jalan di Kota Palu dan Poso. FPI mengajukan beberapa
tuntutan diantaranya mempertanyakan keberadaan Polda Sulteng yang dirasa
tidak menyelesaikan masalah.
Menyangkut
tindakan brutal aparat Brimob yang salah tangkap terhadap warga tak
berdosa, FPI mendesak agar Polri mengambil proses hukum yang tegas
dengan mencopot oknum polisi yang melakukan tindakan gegabah tersebut. "Proses hukum yang tegas dan copot anggota Polri yang melakukan penganiayaan terhadap warga salah tangkap atas tuduhan teroris", kata Habib.
FPI
juga meminta Kapolri Jenderal Timur Pradopo supaya mencopot Kapolda
Sulawesi Tengah yang dinilai tidak becus mengatasi dan menyelesaikan
persoalan keamanan di wilayah Sulteng. Sementara atas rencana Polri
mengirimkan kembali aparat ke Poso, FPI dengan tegas menolak. FPI malah
menyarankan agar pasukan yang berada di Poso segera ditarik kembali.
"Stop pengiriman Pasukan ke Poso dan tarik pasukan yang ada kembali ke
kesatuannya sehingga Sulteng dapat mengendalikan keamanan dengan baik", lanjut Habib.
FPI
tetap konsisten menyerukan agar Detasemen Khusus anti Teror 88 (Densus
88) segera dibubarkan. Sudah berapa banyak nyawa umat Islam melayang
akibat kebrutalan korps berlambang burung hantu ini, keberadaannya hanya
untuk membunuhi umat Islam belaka. "BUBARKAN DENSUS 88 !!!", desak Habib Rizieq.
Kalau
keadaannya tetap seperti ini, hubungan antara aparat dan Umat Islam
nantinya akan semakin meruncing. Bisa jadi, hal ini sengaja dilakukan
aparat sebagai bagian dari skenario “BABAT RUMPUT” terhadap umat Islam yang dinilai aparat masuk kategori garis keras atau radikal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar